GURU: ANTARA CITRA DAN KEPRIBADIAN (tugas 1)
Guru adalah suatu profesi yang menarik, penuh tantangan dan melatih kesabaran. Seorang guru tugasnya adalah mengajar, mendidik, dan membina muridnya agar menjadi manusia yang lebih baik. Namun, dalam setiap prosesnya, para guru memiliki cara tersendiri untuk mendidik murid-muridnya.
Sebenarnya, mana yang lebih baik? Guru seperti apakah yang disukai murid-muridnya? Bagaimanakah sikap guru dalam mendidik muridnya? Hal ini akan kita bahas dalam uraian yang selanjutnya.
1. Cerita Guru SMA
Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian adalah keseluruhan tindakan, pikiran, perasaan manusia yang merupakan ciri dari manusia tersebut dan membuat ia berbeda dengan manusia lain (Benjamin B. Lahey:2007). Begitu juga dengan seorang gurtu. Walaupun mempunyai latar belakang pendidikan yang sama, tapi kepribadiannya berbeda dengan guru lain. Bahkan 2 orang yang kembar
· Openness
· Conscientiousness
· Extraversion
· Agreeableness
· Neuroticism
Jadi, guru itu ada yang bersifat Openness atau ada juga yang Conscientiousness. Guru kelas XI merupakan guru yang bersifat Conscientiouness dan memakai strategi belajar konstruktivisme. Penganut aliran ini memandang pendidikan anak sudah terlalu lama dalam menekankan agar anak duduk diam, menjadi pendengar yang pasif, dan menyuruh anak menghapal informasi yang relevan maupun yang tidak relevan. Hal ini sebenarnya dapat memberikan pengaruh positif terhadap proses belajar anak. Contohnya, ketika beliau menyuruh siswa mengerjakan soal-soal latihan yang ada di buku. Si guru tidak memberikan penjelasan bagaimana tugas itu dikerjakan, rumus apa yang dipakai, teori apa yang digunakan. Si guru tidak ada menyinggung tentang hal itu. Tapi, hal ini sebenarnya mendorong sisiwa agar lebih aktif. Siswa yang tidak mengerti, mulai berusaha untuk mengerjakan soal itu sendiri. Atau kalau tidak bisa mereka mulai mencari alternatif lain, misalnya mencari refrensi baru atau bertanya kepada guru lain. Sehingga lambat laun, para siswa tak lagi bergantung kepada gurunya.
Namun disisi lain, hal ini belum efisien karena guru kelas XI tidak memberikan feedback pada siswanya. Sehingga para siswa tidak tahu dimana letak kesalahannya. Misalnya, ketika mencoba mengerjakan soal, siswa menggunakan rumus A, menurut si siswa, rumus itu cocok untuk soal yang dikerjakannya. Tapi, pada kenyataannya rumus itu tidak sesuai dengan soal tersebut, karena teorinya tidak mendukung. Apabila siswa tersebut dibiarkan, tentu ini sangat tidak baik untuk kelanjutan studi siswa tersebut.
Sedangkan untuk kemungkinan kedua, guru tidak menyadari kelemahan anak didiknya, bahwa ternyata anak didiknya tidak bisa menyerap pelajaran apbila hanya dijelaskan sekali, maka sebagai seorang guru, kita harus mengerti apa yang dialami oleh siswa kita.
· Santrock, John W. 2008, Psikologi Pendidikan Edisi Kedua, penerbit: Kencana Prenada Media Group:
· Munir, 2008, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, penerbit: Alfabeta:
posting: kamis, 11 februari 2010
pukul: 15.05 wib
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus