GURU: ANTARA CITRA DAN KEPRIBADIAN (tugas 1)


Guru adalah suatu profesi yang menarik, penuh tantangan dan melatih kesabaran. Seorang guru tugasnya adalah mengajar, mendidik, dan membina muridnya agar menjadi manusia yang lebih baik. Namun, dalam setiap prosesnya, para guru memiliki cara tersendiri untuk mendidik murid-muridnya. Ada yang bergaya tangan besi seperti Hitler di masa Rezim Nazi, ada yang suka humor, dan ada pula yang selalu memberi PR pada muridnya.

Sebenarnya, mana yang lebih baik? Guru seperti apakah yang disukai murid-muridnya? Bagaimanakah sikap guru dalam mendidik muridnya? Hal ini akan kita bahas dalam uraian yang selanjutnya.


1. Cerita Guru SMA

Ketika saya SMA, pelajaran favorit saya adalah Kimia. Sewaktu kelas X, saya dan teman-teman dididik oleh seorang guru yang menurut saya dia adalah “Guru Ideal Dambaan para Siswa”. Caranya menyampaikan materi pelajaran mudah diterima, sehingga kami semua paham. Beliau juga sabar menghadapi kami. Bila ada yang bertanya, beliau dengan sabar menjelaskan. Beliau juga bukan guru yang tegang. Sesekali, ia memberikan lelucon-lelucon segar untuk menghilangkan kejenuhan. Beliau juga sering memberikan PR, tapi tidak terlalu banyak. Karena keberhasilannya mengajar kami, ketika ujian, rata-rata dari kami mendapat nilai 80, bahkan ada beberapa orang yang mendapat nilai 100, termasuk saya.

Namun semuanya berubah ketika saya duduk di kelas XI SMA. Kami tidak lagi diajar oleh guru tersebut. Berbeda dengan guru Kimia pada saat kelas X, guru kimia kelas XI ini adalah seorang guru yang tangan besi. Ia tidak pernah memberi tahu “kenapa begini, kenapa begitu”. Apabila ada yang bertanya, alih-alih menjawab, ia malah balik bertanya. Beliau juga menyuruh kami mengerjakan semua soal latihan yang ada di buku tanpa terkecuali. Konsekuensinya kami sama sekali tidak mengerti pelajaran Kimia kelas XI. Bahkan ketika ujian banyak yang remedial. Hanya 3 orang yang berhasil mendapat nilai 70. kami jadi benci pada beliau. Bahkan kami pernah mengajukan kepada Kepala Sekolah untuk ganti guru. Kami takut gara-gara beliau kami tidak lulus Ujian Nasional.


2. Pembahasan

Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian adalah keseluruhan tindakan, pikiran, perasaan manusia yang merupakan ciri dari manusia tersebut dan membuat ia berbeda dengan manusia lain (Benjamin B. Lahey:2007). Begitu juga dengan seorang gurtu. Walaupun mempunyai latar belakang pendidikan yang sama, tapi kepribadiannya berbeda dengan guru lain. Bahkan 2 orang yang kembar siam sekalipun, yang mempunyai nature and nurture sama, ternyata punya sifat yang berbeda. (baca kisah kembar siam Chang dan Eng). Menurut Goldron Allport ada 5 besar faktor kepribadian, yaitu:

· Openness

· Conscientiousness

· Extraversion

· Agreeableness

· Neuroticism

Jadi, guru itu ada yang bersifat Openness atau ada juga yang Conscientiousness. Guru kelas XI merupakan guru yang bersifat Conscientiouness dan memakai strategi belajar konstruktivisme. Penganut aliran ini memandang pendidikan anak sudah terlalu lama dalam menekankan agar anak duduk diam, menjadi pendengar yang pasif, dan menyuruh anak menghapal informasi yang relevan maupun yang tidak relevan. Hal ini sebenarnya dapat memberikan pengaruh positif terhadap proses belajar anak. Contohnya, ketika beliau menyuruh siswa mengerjakan soal-soal latihan yang ada di buku. Si guru tidak memberikan penjelasan bagaimana tugas itu dikerjakan, rumus apa yang dipakai, teori apa yang digunakan. Si guru tidak ada menyinggung tentang hal itu. Tapi, hal ini sebenarnya mendorong sisiwa agar lebih aktif. Siswa yang tidak mengerti, mulai berusaha untuk mengerjakan soal itu sendiri. Atau kalau tidak bisa mereka mulai mencari alternatif lain, misalnya mencari refrensi baru atau bertanya kepada guru lain. Sehingga lambat laun, para siswa tak lagi bergantung kepada gurunya.

Namun disisi lain, hal ini belum efisien karena guru kelas XI tidak memberikan feedback pada siswanya. Sehingga para siswa tidak tahu dimana letak kesalahannya. Misalnya, ketika mencoba mengerjakan soal, siswa menggunakan rumus A, menurut si siswa, rumus itu cocok untuk soal yang dikerjakannya. Tapi, pada kenyataannya rumus itu tidak sesuai dengan soal tersebut, karena teorinya tidak mendukung. Apabila siswa tersebut dibiarkan, tentu ini sangat tidak baik untuk kelanjutan studi siswa tersebut.

Apabila siswa mendapat nilai yang tidak baik, berarti ada 2 kemungkinan. Kemungkinan pertama: siswa tidak paham akan materi yang disajikan, kemungkinan kedua: guru tidak paham akan kesulitan siswa. Pada kemungkinan pertama, berari siswa pada saat guru sedang mejelaskan di depan kelas, ia tidak mendengarkan, atau ia memang sama sekali tidak paham apabila dijelaskan sekali, jadi untuk siswa yang seperti ini harus diberikan perhatian lebih.

Sedangkan untuk kemungkinan kedua, guru tidak menyadari kelemahan anak didiknya, bahwa ternyata anak didiknya tidak bisa menyerap pelajaran apbila hanya dijelaskan sekali, maka sebagai seorang guru, kita harus mengerti apa yang dialami oleh siswa kita.

Ternyata, menjadi seorang guru tidaklah mudah. Kita harus memahami murid-murid kita agar dapat memberikan pelajaran yang mudah dimengerti oleh siswa. Dan sebagai siswa, kita tidak boleh men-judge guru itu killer karena ia menerapakan cara mengajar yang menekan murid agar aktif. Yang harus kita lakukan sebagai seorang siswa adalah tetap lakukan kewajiban kita yaitu, belajar. Jangan hanya karena guru yang tidak kita suka, kita jadi berhenti untuk belajar.

Daftar pustaka


· Santrock, John W. 2008, Psikologi Pendidikan Edisi Kedua, penerbit: Kencana Prenada Media Group: Jakarta
· Munir, 2008, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, penerbit: Alfabeta: Bandung



posting: kamis, 11 februari 2010

pukul: 15.05 wib

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer