Detik-detik Terakhir
Yeah, aku datang lagi untuk
membersihkan sarang laba-laba di blog berhantu ini. Supaya nggak makin
suram karena nggak ada tulisan teranyar (jdukk!), akhirnya si aganwati ini
memutuskan untuk curcol alias curhat colongan.
Kesibukan di Semester 7 ini membuatku
lupa kenikmatan dunia. Ini cius loh! Hari demi hari berkutat dengan
diskusi INSOS atau mengerjakan revisi Seminar. Kalau dipikir-pikir entah
darimana sibuknya, padahal semester ini cuma ambil lima matakuliah, asumsinya jatah
libur bertambah tapi teteeep aja, setiap hari di kampus dari pagi sampe
sore.
Selama 2 bulan menjalani semester 7 ini perasaanku terus-menerus nostalgia ke yang retro, kemudian menghayal mikirin masa depan. Ada perasaan nggak rela karena sudah jadi angkatan tertua di kampus dan siap-siap didepak, lalu sebulan lagi insyaallah fix tidak menjadi pengurus FORMASI. Mungkin ini kali ya yang namanya loneliness di masa tua. Menunggu saat-saat pensiun dan merelakan adik-adik mengambil posisi kita sekarang, posisi yang mungkin dulu tidak kita inginkan.
Aku masih ingat pertama kali diminta oleh kakak senior untuk menjadi Sekretaris Umum di FORMASI. Ketika itu ada sedikit rasa bangga, karena aku berpikir mungkin reputasiku sebelumnya cukup baik untuk ditempatkan di posisi inti, namun disisi lain ada rasa tidak nyawan, karena pada hakikatnya aku nggak suka ngurusin kertas-kertas itu!.
Awalnya aku memang menolak dengan
berbagai alasan, pertama karena tidak suka dengan tugas yang berhubungan dengan
kesekretariatan. Kedua, aku sudah punya rencana lain yang ingin kujalankan di
FORMASI sebagai pengurus biasa. Dan pada akhirnya dengan dukungan yang luar
biasa membuat aku ntah terpaksa atau tidak, Okay here I am, a
secretary!
Awal kepengurusan aku mencoba untuk berperan sebagai apa yang orang tuntut dari seorang sekretaris. Namun lama kelamaan semakin kesini semangat menjadikan FORMASI lebih baik semakin melemah, lemah, naik, naik lagi, lalu melemah lagi. FIX, I am a Galauers! layaknya lilin kecil yang tertiup angin. Hal itu karena banyak faktor, antaranya tugas kuliah yang menumpuk, komunikasi dan hubungan antar sesama pengurus yang kurang lancar, tugas yang ambivalen, tumpang tindih dengan Kestari membuat aku tidak engagement terhadap FORMASI. Hal-hal itu membuatku berubah, begitu kata si Rahmi (red), tidak seperti aku yang dulu, lebih emosian, makin moody, bahkan proses biologis pun terganggu, pokoknya sudah memenuhi kriteria 1 dan 2 dari penyakit galau.
Walaupun begitu, sekarang aku senang bahwa aku pernah berproses di posisi itu, pernah merasakan bagaimana kesalnya terus menerus ngeprint kertas, minta tandatangan dosen untuk izin buat kegiatan, di-sms-in mulu tentang ini itu, dan hal-hal lain yang tidak pernah kukerjakan sebelumnya. Menjadi Sekum membuat aku belajar untuk peduli terhadap orang lain, belajar sabar ngetik sms, belajar sabar disuruh-suruh, belajar berkomunikasi dengan orang lain dan yang paling penting belajar menjadi dewasa, suatu hal yang selama ini kuhindari.
Maybe it’s a called LOVE..
Katanya kita bakalan sadar kalau kita mencintai sesuatu ketika hal tersebut telah pergi. Sama seperti aku dan FORMASI, semakin kesini semakin banyak ide-ide bermunculan untuk membuat FORMASI luar biasa, semakin banyak yang ingin dikerjakan, semakin tidak rela berpisah. Tapi yang namanya waktu takkan pernah kembali,kan? Percuma saja menyesali diri mengapa tidak begini, tidak begitu, seharusnya dulu begini dulu begitu karena kembali lagi, yang namanya cinta itu begitu. Intinya, sekarang yang bisa dilakukan hanya memaksimalkan diri di saat-saat terakhir saja. Semoga FORMASI ke depannya lebih baik dan sukses, ada tidaknya aku di dalamnya. Insyaallah.
Komentar
Posting Komentar